Acetazolamide obat apa?
Acetazolamide adalah obat yang digunakan untuk mengatasi beberapa kondisi yang berhubungan dengan penumpukan cairan (edema), glaukoma sudut terbuka, serta untuk mengontrol kejang akibat epilepsi. A
cetazolamide juga kerap digunakan untuk mengatasi penyakit ketinggian (altitude sickness) yang biasa dialami saat mendaki cepat pada ketinggian 3.000 meter diatas permukaan laut.
Acetozolamide digolongkan dalam jenis obat keras, sehingga penggunaannya tidak boleh sembarangan dan harus dengan resep dokter. Sebagai tambahan informasi berikut kami ulas kegunaan, dosis lazim, efek samping, kontraindikasi, kemungkinan interaksi Acetazolamide dengan obat lain serta informasi keamanan untuk ibu hamil atau menyusui.
Ringkasan Obat Acetazolamide
Jenis obat | Diuretik, Antikejang, Antiglaukoma |
Kategori | Obat keras |
Kegunaan | Sebagai diuretik (mengurangi penumpukan cairan), mencegah dan mengobati penyakit ketinggian (altitude sickness), mengatasi penyakit glaukoma dan mengontrol kejang pada penderita epilepsi |
Konsumen | Dewasa dan anak-anak |
Kehamilan | Kategori C |
Sediaan | Tablet: Acetazolamid 250 mg, Glauseta 250 mg |
Merek | Acetazolamid, Glauseta |
Cara Kerja dan Fungsi Obat Acetazolamide
Acetazolamide merapakan senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim karbonic anhidrase. Kemampuannya itu membuatnya efektif dalam mengendalikan sekresi ion hidrogen pada tubulus ginjal sehingga meningkatkan sekresi ion natrium, kalium, karbonat dan air. Akibatnya terjadi efek diuresik atau pengeluaran air lebih dari biasanya melalui urin.
Selain itu penghambatan enzim karbonic anhidrase oleh Acetazolamide di susunan saraf pusat juga akan mengurangi kelebihan karbon dioksida dalam alveoli paru-paru. Sehingga meningkatakan tekanan oksigen arteri dan mengurangi efek kejang pada penderita epilepsi.
Itulah mengapa Acetazolamide digunakan untuk mengendalikan sekresi cairan atau sebagai pengobatan untuk pengobatan gangguan kejang serta mengatasi retensi cairan abnormal (seperti edema dan glaukoma) dengan meningkatkan diuresis atau pengeluaran air dalam bentuk urin.
Indikasi atau Kegunaan Acetazolamide
Acetazolamide digunakan untuk mengatasi beberapa kondisi yang berhubungan dengan kejang dan retensi atau penumpukan cairan yang abnormal di tubuh seperti pada beberapa penyakit berikut ini:
- Sebagai adjuvan pada penderita glaukoma sudut terbuka.
- Sebagai penanganan awal sebelum operasi glaukoma sudut tertutup.
- Berfungsi sebagai diuretik.
- Mengatasi kejang pada penderita epilespi.
- Untuk penanganan high altitude/penyakit ketinggian pada pendaki gunung.
Kontraindikasi
Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini, penderita yang diketahui memiliki kondisi di bawah ini tidak boleh menggunakan:
- Orang yang memiliki riwayat hipersensitivitas/alergi terhadap acetazolamide dan sulfonamides.
- Penderita penurunan jumlah natrium dan kalium tubuh.
- Penderita asidosis hiperkloremik, gangguan kelenjar suprarenal, sirosis hati.
- Menderita glaukoma sudut tertutup non-kongestif kronis.
- Penderita gangguan fungsi hati dan gagal ginjal.
Dosis Acetazolamide dan Cara Penggunaan
Acetazolamide tersedia dalam bentuk sediaan tablet dan cairan injeksi dengan kekuatan dosis sebagai berikut:
- Tablet: 250 mg per tablet.
Ingat! Dosis obat yang tepat adalah yang diresepkan oleh dokter berdasarkan berat ringannya penyakit, usia, jenis kelamin, dll. Atau berdasarkan dosis yang tertera di kemasan obat.
Adapun dosis yang lazim digunakan adalah sebagai berikut:
Dosis Acetazolamide untuk adjuvan glaukoma sudut terbuka
- Dosis dewasa: 250 – 1000 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis.
Dosis Acetazolamide untuk diuretik
- Dosis dewasa: 250 – 350 mg sekali sehari atau diselingi beberapa hari sekali. Pemberian secara berselang hari dibutuhkan pada penggunaan jangka panjang.
Dosis Acetazolamide untuk mengatasi kejang pada penderita epilepsi
- Dosis dewasa: 250 – 1.000 mg per hari dibagi dalam beberapa dosis. Digunakan sendiri sebagai obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat antiepileptik lainnya.
- Dosis anak-anak: 8 – 30 mg/kg per hari dibagi dalam beberapa dosis. Maksimal 750 mg/hari.
Dosis Acetazolamide untuk penyakit ketinggian
- Dosis dewasa: 500 – 1.000 mg per hari dibagi dalam beberap dosis. Umumnya digunakan 24 – 48 jam sebalum pendakian dan dilanjutkan 48 jam kemudian jika pendakian masih berlangsung atau sesuai kebutuhan.
Petunjuk Penggunaan:
- Gunakanlah obat ini bersamaan atau setelah makan.
- Selalu ikuti anjuran dokter atau petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan sebelum mulai mengonsumsinya.
- Gunakanlah antara satu dosis dengan dosis lainnya pada jarak jam yang sama, misalkan dua kali sehari berarti per 12 jam, tiga kali sehari berarti per 8 jam. Oleh sebab itu, untuk memudahkan usahakan untuk mengonsumsinya pada jam yang sama setiap hari.
- Apabila ada dosis yang terlewat akibat lupa, maka begitu ingat dianjurkan untuk segera meminumnya apabila dosis berikutnya masih lama sekitar 5 jam atau lebih. Tidak boleh menggandakan dosis Acetazolamide pada jadwal minum berikutnya sebagai ganti untuk dosis yang terlewat.
Efek Samping Acetazolamide
Sepertihalnya obat keras lainnya yang memiliki efek samping pada tubuh, begitu juga dengan Acetazolamide. Beberapa efek samping mungkin muncul dan dapat intensitasnya dapat berbeda-beda pada masing-masing orang. Efek samping Acetazolamid tersebut meliputi:
- Efek yang muncul pada awal terapi dapat berupa kesemutan, kehilangan nafsu makan, gangguan pendengaran.
- Gangguan pencecapan rasa.
- Gangguan saluran pencernaan seperti mual, diarea dan muntah.
- Poliuria.
- Muncul rasa kantuk dan kebingungan.
- Efek samping yang lebih jarang dapat berupa miopia, urtikaria, hematuria, gangguan fungsi hati.
Efek Overdosis Acetazolamide
Belum ada data yang menunjukkan efek overdosis pengguanan Acetazolamide. Namun konsumsi dalam dosis tinggi dan jangka waktu yang lama sangat mungkin menyebabkan overdosis. Gejalanya dapat berupa hiperglikemia, hiperurisemia, hiperlipidemia. Jika beberapa kondisi ini muncul segeralah konsultasikan dengan dokter Anda.
Peringatan dan Perhatian
Sebelum dan selama menggunakan obat ini, harap perhatikan hal-hal dibawah ini:
- Sampaikan pada dokter atau apoteker Anda jika memiliki riwayat hipersensitivitas/alergi terhadap Acetazolamide. Jika saat penggunaan obat muncul reaksi alergi seperti pembengkakan bibir, mata, serta muncul ruam dan kesulitan bernapas. Segera hentikan penggunaan obat dan konsultasikan dengan dokter Anda.
- Hati-hati penggunaan obat ini pada pasien penderita diabetes mellitus dan respiratori asidosis.
- Penggunaan pada lansia, ibu hamil dan ibu menyusui harus diperhatikan karena kemungkinan risiko efek sampingnya.
Kehamilan dan Menyusui
Bolehkah Acetazolamide untuk ibu hamil dan menyusui?
- Acetazolamide digolongkan dalam kategori C sebagai obat ibu hamil menurut FDA (BPOMnya Amerika). Hal itu berarti studi bahan obat ini pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya dihindari selama kehamilan kecuali sangat dibutuhkan dan harus dalam pengawasan dokter.
- Acetazolamide diketahui dapat terekskresi dan mengontaminasi ASI ibu menyusui sehingga risiko kesehatan mungkin muncul pada bayi yang menyusu. Oleh karena itu penggunaannya sebaiknya dihindari atau digantikan dengan obat lainnya yang lebih aman.
Interaksi Obat
Beberapa jenis obat diketahui dapat berinteraksi saat digunakan bersamaan. Efek yang ditimbulkan dapat berupa penurunan atau peningkatan manfaat. Atau bahkan membuat obat tidak bekerja dan memunculkan efek samping berbahaya. Berikut adalah beberapa jenis obat yang dapat berinteraksi dengan Acetazolamide:
- Aspirin. Dapat menyebabkan anoreksia, asidosis metabolik, lesu, hingga kematian.
- Fenitoin. Meningkatkan kadar fenitoin dalam darah yang dapat meningkatkan risiko osteomalacia.
- Pirimidon. Dapat menurunkan kadar pirimidon dalam darah.
- Asam folat. Menurunkan efektivitas asam folat.
- Amfetamin. Menurunkan ekskresi amfetamin di urin.
- Natrium bikarbonat. Dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu ginjal.
- Siklosporin. Meningkatkan level siklosporin dalam darah.